JAKARTA - Perayaan ulang tahun ke-81 musisi legendaris Enteng Tanamal tahun ini menjadi momen bersejarah bagi dunia musik Indonesia. Bukan sekadar perayaan pribadi, tetapi juga penanda pentingnya kesadaran atas perlindungan hak cipta dan tata kelola royalti di tengah berkembangnya industri kreatif nasional.
Dalam acara peluncuran buku “Memahami Hak Cipta dan Tata Kelola Royalti dalam Industri Musik Indonesia” karya Enteng Tanamal, Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon menegaskan bahwa pembenahan tata kelola hak cipta menjadi bagian penting dari strategi kebudayaan Indonesia.
Bertempat di Perpustakaan Nasional RI, peluncuran buku tersebut tidak hanya mengenang perjalanan panjang Enteng sebagai musisi, tetapi juga mengupas pemikirannya soal keadilan bagi pencipta lagu dan pelaku industri musik. Dalam sambutannya, Fadli menyampaikan apresiasi mendalam terhadap karya tersebut yang dinilai sangat relevan dengan kondisi industri musik masa kini.
“Buku yang diluncurkan ini hadir di saat topik hak cipta dan royalti menjadi sangat penting, terutama karena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang membuat industri musik semakin kompleks. Karena itu, peraturan dan regulasi dalam dunia musik perlu terus disesuaikan,” ujar Fadli dalam keterangan tertulis, Jumat, 10 Oktober 2025.
Musik sebagai Pilar Ekonomi Kreatif Nasional
Fadli menegaskan bahwa Kementerian Kebudayaan tengah mendorong lahirnya ekosistem musik yang sehat dan berkelanjutan. Dalam kesempatan tersebut, ia menyinggung penyelenggaraan Konferensi Musik Indonesia (KMI) di Hotel Sultan Jakarta pada 8–11 Oktober 2025.
Forum ini menghadirkan para musisi, penulis lagu, promotor, label, hingga pelaku industri musik dari berbagai daerah untuk berdialog membangun masa depan musik nasional.
“Konferensi ini kita buat untuk membangun ekosistem musik yang penting, hidup, dan dinamis. Karena musik ini adalah soft power yang mempersatukan kita, mengiringi kehidupan masyarakat Indonesia dalam berbagai suasana,” ungkap Fadli.
Menurutnya, musik tidak hanya memiliki nilai estetika dan hiburan, tetapi juga potensi ekonomi yang besar. Karena itu, pemerintah ingin menjadikan musik sebagai bagian integral dari ekonomi budaya dan industri kreatif—atau Cultural and Creative Industry (CCI). Sektor ini mencakup seni, desain, film, media komunikasi, dan teknologi, yang semuanya berlandaskan kreativitas individu.
“CCI adalah sektor yang memanfaatkan kreativitas, bakat, dan keterampilan untuk menghasilkan produk bernilai sosial dan komersial,” jelasnya.
Menata Tata Kelola Royalti dan Perlindungan Pencipta
Isu royalti dan hak cipta telah lama menjadi sorotan dalam industri musik. Fadli menilai peluncuran buku Enteng Tanamal ini menjadi momentum untuk menguatkan kesadaran terhadap penghargaan karya dan hak-hak pencipta. Ia menekankan perlunya tata kelola hak cipta yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada semua pihak yang terlibat dalam proses kreatif.
“Polemik royalti ini harus kita sikapi dengan serius. Penghargaan kepada pencipta lagu, musisi, penyanyi, label, dan seluruh ekosistemnya adalah bentuk perlindungan hak budaya. Kita perlu menata tata kelola performing rights dan hak-hak lainnya dengan win-win solution untuk semua pihak,” tegas Fadli.
Dalam konteks tersebut, Fadli juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah, lembaga manajemen kolektif (LMK), serta asosiasi musik untuk membangun sistem yang kuat. Dengan begitu, setiap karya yang diciptakan akan mendapatkan perlindungan hukum dan manfaat ekonomi yang layak bagi penciptanya.
Dedikasi Enteng Tanamal: Dari Musik ke Perlindungan Hak Cipta
Peluncuran buku ini menjadi bentuk penghargaan atas kiprah Enteng Tanamal, yang dikenal bukan hanya sebagai musisi, tetapi juga pelopor perlindungan hak cipta di Indonesia. Ia merupakan pendiri Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI), lembaga manajemen kolektif pertama di Tanah Air yang telah memperjuangkan hak para pencipta lagu sejak awal berdirinya.
Buku “Memahami Hak Cipta dan Tata Kelola Royalti dalam Industri Musik Indonesia” merekam perjalanan panjang Enteng, mulai dari masa kecilnya, perjuangannya di dunia musik, hingga gagasan besarnya tentang perlindungan hak cipta. Buku ini juga memuat pandangan dari berbagai tokoh musik dan masyarakat terhadap dedikasi Enteng yang konsisten memperjuangkan kesejahteraan seniman.
“Mudah-mudahan terus panjang umur, sehat selalu, dan tetap menjadi inspirasi bagi dunia musik Indonesia,” ujar Fadli menutup sambutannya.
Apresiasi dari Tokoh Musik dan Pejabat Negara
Acara peluncuran buku tersebut juga dihadiri sejumlah tokoh penting, seperti Guntur Soekarnoputra, Candra Darusman, Dwiki Darmawan, dan Krisdayanti, serta pejabat dari Perpustakaan Nasional dan Kementerian Kebudayaan. Kehadiran mereka menunjukkan kuatnya solidaritas antar insan musik dalam memperjuangkan hak-hak pencipta di tengah tantangan era digital.
Selain pelaku musik, hadir pula perwakilan dari lembaga manajemen kolektif dan asosiasi profesi bidang musik. Mereka berharap langkah-langkah konkret dari pemerintah dapat segera diwujudkan, terutama dalam sinkronisasi regulasi dan sistem pembayaran royalti yang lebih adil dan transparan.
Menuju Ekosistem Musik yang Berkeadilan
Peluncuran buku Enteng Tanamal dan Konferensi Musik Indonesia menjadi dua momentum penting yang saling melengkapi. Keduanya menegaskan arah baru kebijakan kebudayaan Indonesia: menjadikan musik bukan sekadar hiburan, tetapi juga sumber nilai ekonomi, diplomasi budaya, dan penggerak kesejahteraan seniman.
Dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, harapan untuk mewujudkan ekosistem musik yang berkeadilan kini semakin nyata. Perjuangan panjang Enteng Tanamal menjadi inspirasi bagi generasi penerus agar terus menjaga hak cipta, menghargai karya, dan menjadikan musik sebagai bagian dari pembangunan bangsa.