Mendes Yandri Bahas Solusi Lelang Dua Desa Bogor di MA

Jumat, 10 Oktober 2025 | 14:43:56 WIB
Mendes Yandri Bahas Solusi Lelang Dua Desa Bogor di MA

JAKARTA - Upaya penyelesaian polemik dua desa di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang dilelang karena menjadi jaminan utang kini memasuki babak baru. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Yandri Susanto memilih jalur konsultasi langsung ke Mahkamah Agung (MA) sebagai langkah strategis mencari titik terang atas persoalan tersebut.

Langkah ini mencerminkan kepedulian pemerintah terhadap keresahan warga dua desa yang terdampak, yakni Desa Sukamulya dan Desa Sukaharja. Keduanya tengah menjadi perhatian publik setelah muncul kabar bahwa wilayah tersebut masuk daftar lelang akibat sengketa aset yang terkait dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Pada Kamis, 9 Oktober 2025, Yandri didampingi Wakil Menteri Ahmad Riza Patria dan jajaran pejabat Kementerian Desa mendatangi Gedung Mahkamah Agung di Jakarta. Rombongan diterima langsung oleh Ketua MA Sunarto beserta jajaran tinggi lembaga peradilan tersebut. 

Pertemuan yang berlangsung secara tertutup selama sekitar satu jam itu membahas secara mendalam duduk perkara sekaligus opsi penyelesaian hukum yang memungkinkan.

“Kami ucapkan penghargaan dan terima kasih setinggi-tingginya kepada yang mulia, Profesor Sunarto, Ketua Mahkamah Agung, beserta jajaran. Tadi kami diterima lengkap, termasuk Wakil Ketua Mahkamah Agung Prof. Suharto dan tim lainnya,” ujar Yandri seusai pertemuan di Jakarta Railway Center (JRC), Kamis sore.

Masyarakat Resah Akibat Pemasangan Plang Lelang

Menurut Yandri, salah satu alasan utama pihaknya bergerak cepat adalah meningkatnya keresahan di tengah masyarakat. Di wilayah dua desa tersebut, banyak rumah warga yang sudah dipasangi plang bertuliskan “dilelang”, termasuk rumah-rumah yang masih ditempati.

“Maka kami tadi langsung dengan Mahkamah Agung melakukan konsultasi. Karena hari ini plang nama dilelang itu sudah banyak dipasang di sana, termasuk di rumah yang masih ada penduduknya. Hal ini sangat meresahkan masyarakat desa setempat,” tegas Yandri.

Ia menambahkan, konsultasi dengan MA menjadi langkah penting untuk memastikan seluruh proses hukum dapat berjalan sesuai koridor, tanpa mengabaikan aspek kemanusiaan. Pemerintah, kata Yandri, harus hadir untuk memberikan kepastian dan rasa aman bagi masyarakat desa yang terancam kehilangan tanah tempat tinggalnya.

Arahan dari Mahkamah Agung

Dalam pertemuan tersebut, Mahkamah Agung memberikan sejumlah masukan penting terkait penyelesaian polemik ini. Salah satunya, MA menyarankan agar Kementerian Desa melakukan koordinasi lintas lembaga dengan pihak eksekutif, khususnya Kejaksaan Agung dan Kementerian Keuangan.

Langkah ini dinilai penting karena aset yang terlibat dalam kasus BLBI telah menjadi bagian dari kewenangan Kementerian Keuangan. Dengan demikian, koordinasi antarinstansi diharapkan bisa membuka jalan bagi penyelesaian yang adil dan tidak merugikan masyarakat desa.

“Insyaallah dengan kami datang ke sini, kami juga akan atas arahan Mahkamah Agung tadi melakukan koordinasi dengan sesama eksekutif yaitu Kejaksaan Agung dan Kementerian Keuangan karena aset yang diagunkan oleh proses BLBI itu sekarang menjadi kewenangan Kementerian Keuangan,” jelas Yandri.

Menargetkan Penyelesaian Cepat

Yandri menegaskan, pihaknya ingin agar kasus ini segera terselesaikan. Ia menargetkan penyelesaian persoalan dua desa yang dilelang tersebut dapat menjadi “kado terbaik” bagi masyarakat di momentum satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

“Ya kalau bisa, dalam bulan Oktober ini kami harap sudah selesai. Itu juga bisa menjadi kado terbaik bagi masyarakat di setahun Pemerintahan Pak Prabowo,” ujarnya optimistis.

Upaya cepat yang dilakukan Kementerian Desa ini menjadi sinyal bahwa pemerintah ingin memastikan tidak ada masyarakat desa yang menjadi korban akibat kompleksitas masalah hukum masa lalu, khususnya yang terkait dengan aset-aset eks BLBI.

Latar Belakang Kasus Dua Desa di Bogor

Permasalahan dua desa tersebut berakar dari sengketa lahan sitaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan terpidana Lee Darmawan K H alias Lee Chin Kiat. Aset yang menjadi bagian dari kasus tersebut ternyata meliputi wilayah administratif Desa Sukamulya dan Desa Sukaharja, yang selama puluhan tahun sudah dihuni masyarakat dan memiliki pemerintahan desa resmi.

Yandri sebelumnya menegaskan bahwa dua desa tersebut telah berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka. “Desa Sukamulya dan Desa Sukaharja itu sudah berdiri sejak tahun 1930, atau 15 tahun sebelum Indonesia merdeka,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Kondisi ini menunjukkan bahwa tanah tersebut telah menjadi bagian dari wilayah pemerintahan desa yang sah dan dihuni secara turun-temurun oleh masyarakat. Karena itu, pemerintah menilai penting untuk memastikan penyelesaian masalah ini tidak hanya berdasarkan sisi hukum semata, tetapi juga memperhatikan hak-hak sosial dan historis masyarakat.

Mencari Jalan Tengah yang Berkeadilan

Kunjungan Yandri ke Mahkamah Agung menandai langkah awal untuk merumuskan solusi komprehensif. Ia berharap, konsultasi ini dapat menjadi dasar bagi pendekatan hukum yang lebih berkeadilan, serta membuka ruang bagi rekonsiliasi antara kepentingan hukum negara dan hak masyarakat.

Pemerintah juga berencana memperluas koordinasi dengan berbagai pihak agar tidak terjadi kesalahan prosedur yang berpotensi merugikan warga desa. Selain itu, Kementerian Desa PDTT akan memastikan proses hukum berjalan transparan dan komunikatif agar masyarakat mendapat kepastian hukum serta jaminan atas hak kepemilikan tanah mereka.

Dengan langkah-langkah strategis tersebut, pemerintah berharap polemik dua desa di Bogor ini dapat segera menemukan jalan keluar yang adil, tanpa menimbulkan keresahan baru di tengah masyarakat.

Terkini