JAKARTA - Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sanggau, yang juga merupakan Anggota DPRD aktif, menyampaikan keprihatinan mendalam atas meningkatnya penggunaan perangkat elektronik seperti smartphone di kalangan anak-anak dan pelajar. Penggunaan gawai yang semula diharapkan dapat menunjang proses pendidikan, kini justru lebih banyak dimanfaatkan untuk bermain game dan mengakses media sosial.
Dalam pernyataan resminya, Ketua Komisi IV menegaskan bahwa kondisi ini telah menimbulkan keresahan di kalangan orang tua dan tenaga pendidik, serta mengganggu konsentrasi belajar anak-anak. Ia menyebut fenomena ini sebagai persoalan serius yang perlu segera ditangani secara komprehensif oleh semua pihak terkait.
Penggunaan Gawai Tak Terkendali, Pelajar Jadi Kecanduan
Menurut pemantauan dan laporan yang diterima dari masyarakat, fenomena penggunaan gawai di luar kendali bukan lagi hal baru. Namun dalam beberapa tahun terakhir, khususnya pasca-pandemi COVID-19, frekuensinya meningkat drastis. Anak-anak yang sebelumnya diperbolehkan menggunakan gawai untuk kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), kini tetap mengakses perangkat digital tersebut bahkan ketika sudah kembali ke sekolah tatap muka.
“Sebagai Ketua Komisi IV dan Anggota DPRD Kabupaten Sanggau, saya ingin mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap meningkatnya penggunaan gawai atau perangkat elektronik canggih seperti smartphone di kalangan anak-anak dan pelajar, yang kini lebih banyak digunakan untuk bermain game dan media sosial ketimbang menunjang proses belajar,” tegasnya dalam keterangan resmi.
Ia menambahkan, kecanduan terhadap gawai telah berdampak pada perilaku dan perkembangan emosi anak-anak. “Banyak keluhan dari guru dan orang tua. Anak-anak sulit fokus belajar, jadi cepat emosi, bahkan cenderung kecanduan. Menurut saya, ini sudah menjadi masalah serius, yang perlu disikapi dengan serius,” lanjutnya.
Keluhan Guru dan Orang Tua Meningkat
Berbagai laporan dari pihak sekolah dan forum komunikasi orang tua murid menunjukkan bahwa anak-anak semakin sulit dikendalikan karena terlalu lama menggunakan gawai. Tak hanya pada waktu senggang, banyak pelajar yang bahkan ketahuan bermain game online saat jam pelajaran berlangsung. Beberapa orang tua juga menyampaikan kekhawatiran bahwa anak mereka lebih memilih menyendiri dengan ponsel ketimbang berinteraksi sosial.
“Anak saya dulu aktif di luar rumah, suka bermain dengan teman-temannya. Tapi sekarang, tiap pulang sekolah langsung masuk kamar dan asyik dengan HP-nya,” ujar Marlina, seorang ibu dari siswa kelas VI SD di Sanggau.
Sejumlah guru juga menyuarakan hal serupa. Mereka mengaku kesulitan untuk memotivasi siswa belajar karena fokus mereka terganggu oleh game dan media sosial. Selain itu, dampak lain yang dirasakan adalah penurunan kemampuan komunikasi, kepekaan sosial, hingga turunnya nilai akademik secara keseluruhan.
Masalah Ini Tak Bisa Diabaikan
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sanggau menekankan bahwa masalah ini tidak bisa dianggap remeh atau sekadar gejala sesaat. Ia menyebutkan bahwa penggunaan gawai yang berlebihan telah mengarah pada perilaku adiktif yang berpotensi merusak masa depan generasi muda.
“Gawai memang memiliki manfaat besar jika digunakan dengan benar, misalnya untuk mencari informasi dan penunjang pembelajaran. Tapi jika tidak dikontrol, ia justru menjadi bumerang yang membahayakan perkembangan anak, baik secara kognitif, emosional, maupun sosial,” ujarnya.
Ia pun menyerukan agar pemerintah daerah, dinas pendidikan, sekolah, dan orang tua saling bersinergi untuk mencari solusi terbaik. Pengawasan terhadap penggunaan gawai di rumah dan sekolah, serta penyuluhan mengenai dampak negatif penggunaan gadget secara berlebihan menjadi langkah awal yang sangat penting.
Langkah-Langkah yang Perlu Ditempuh
Ketua Komisi IV memberikan sejumlah saran dan langkah yang bisa diambil untuk mengatasi persoalan tersebut, antara lain:
Peningkatan Literasi Digital di Sekolah
Pelajar perlu diajarkan bagaimana menggunakan internet dan perangkat elektronik secara bijak, aman, dan produktif.
Regulasi Penggunaan Gawai di Sekolah
Sekolah perlu menetapkan aturan tegas terkait batasan penggunaan gawai, terutama selama jam pelajaran berlangsung.
Kampanye Publik dan Sosialisasi kepada Orang Tua
Masyarakat, khususnya orang tua, perlu mendapatkan edukasi tentang bahaya adiksi gawai dan bagaimana melakukan pendampingan yang tepat terhadap anak.
Aktivitas Alternatif dan Pengembangan Minat Anak
Pemerintah dan sekolah diharapkan menyediakan lebih banyak kegiatan ekstrakurikuler dan fasilitas umum seperti taman bermain atau ruang baca, untuk mendorong anak-anak aktif secara fisik dan sosial.
Konseling dan Pendampingan Psikologis
Bagi anak yang sudah menunjukkan gejala kecanduan gawai, pendampingan dari psikolog atau konselor pendidikan perlu dipertimbangkan.
Komitmen Pemerintah Daerah Diperlukan
Sebagai wakil rakyat, Ketua Komisi IV menekankan perlunya komitmen dari pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran dan kebijakan yang mendukung program pembinaan pelajar dari ancaman kecanduan digital. Menurutnya, isu ini berkaitan langsung dengan kualitas sumber daya manusia di masa depan.
“Kita ingin anak-anak Sanggau tumbuh sehat secara jasmani dan rohani, cerdas secara intelektual, dan kuat secara moral. Jangan sampai mereka kehilangan arah hanya karena kurangnya pengawasan terhadap gawai,” ucapnya.
Ia juga berjanji akan mendorong agar DPRD Kabupaten Sanggau bersama instansi terkait segera merumuskan langkah-langkah konkret dalam bentuk regulasi dan program pendidikan masyarakat guna menanggulangi permasalahan tersebut.
Saatnya Bergerak Bersama
Dengan meningkatnya kekhawatiran berbagai pihak atas penggunaan gawai yang tidak terkendali di kalangan anak-anak dan remaja, semua elemen masyarakat diharapkan dapat mengambil peran aktif. Masalah ini bukan hanya tanggung jawab orang tua dan guru, tetapi menjadi tugas bersama dalam membentuk generasi yang sehat dan berkualitas.
Pernyataan Ketua Komisi IV DPRD Sanggau menjadi alarm penting untuk segera bertindak. Jika tidak segera diatasi, dampaknya dapat menjalar ke berbagai aspek kehidupan anak-anak — mulai dari penurunan prestasi akademik, gangguan mental, hingga perilaku sosial yang menyimpang.
Langkah awal telah diambil dengan menyuarakan keresahan ini secara terbuka. Kini, tantangan berikutnya adalah bagaimana semua pihak meresponsnya dengan kebijakan, tindakan nyata, dan komitmen jangka panjang.