JAKARTA - Kalimat klasik “uang bukan segalanya” sering kali dilontarkan sebagai nasihat hidup yang bijak. Namun, bagi generasi muda masa kini, pernyataan tersebut terdengar semakin jauh dari kenyataan. Di tengah meningkatnya biaya hidup, gaya hidup cepat, dan tekanan sosial yang hadir dari dunia digital, uang justru menjadi faktor penentu dalam hampir setiap aspek kehidupan—dari pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, hingga kemampuan mencintai dan merawat diri sendiri.
Fenomena ini mencerminkan pergeseran besar dalam cara generasi muda memandang peran uang dalam kehidupan. Tidak lagi dianggap tabu atau memalukan, pembicaraan tentang keuangan pribadi kini menjadi bagian penting dari keseharian. Di tengah tantangan ekonomi yang semakin kompleks, kemandirian finansial menjadi kebutuhan mendesak, bukan hanya pilihan idealistik.
Realitas Hidup yang Menekan
Bagi banyak anak muda, menjalani kehidupan dewasa bukan hanya tentang mencari jati diri, tetapi juga berjuang untuk bertahan dalam sistem yang menuntut banyak hal—termasuk stabilitas finansial di usia dini. Tekanan datang dari berbagai sisi: mulai dari cicilan pendidikan tinggi, sewa tempat tinggal yang terus merangkak naik, hingga kebutuhan konsumtif yang sering kali dipicu oleh media sosial.
“Kalimat itu mungkin terdengar klise, namun mengandung realita yang sangat nyata, terutama bagi generasi muda hari ini,” ujar seorang konsultan keuangan muda yang aktif memberikan edukasi literasi finansial melalui media sosial. Ia menyatakan bahwa mayoritas anak muda tidak hanya dituntut untuk mandiri secara emosional dan sosial, tetapi juga harus memiliki kestabilan finansial di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu.
Biaya Hidup Meningkat, Pendapatan Stagnan
Data dari berbagai lembaga riset menunjukkan bahwa biaya hidup di kota-kota besar Indonesia terus mengalami peningkatan, sementara pertumbuhan pendapatan anak muda cenderung stagnan. Gaji UMR (Upah Minimum Regional) yang menjadi acuan bagi banyak pekerja muda dinilai belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, apalagi untuk menabung atau berinvestasi.
Dalam situasi ini, wajar jika kemudian anak muda merasa frustasi dan cemas tentang masa depan. Tanpa kemampuan mengelola keuangan dengan baik, mereka bisa terjerat dalam siklus hutang, gaya hidup impulsif, hingga ketergantungan pada bantuan orang tua meski sudah dewasa.
Pentingnya Literasi Keuangan Sejak Dini
Di tengah tantangan itu, pemahaman tentang literasi keuangan menjadi sangat krusial. Pendidikan finansial yang praktis dan mudah dipahami harus mulai diajarkan sejak usia sekolah. Sayangnya, kurikulum pendidikan nasional belum secara menyeluruh mengintegrasikan pelajaran finansial dasar dalam mata pelajaran umum.
Padahal, pemahaman tentang cara menyusun anggaran, menabung, menghindari utang konsumtif, dan berinvestasi adalah keterampilan hidup yang vital. Banyak anak muda yang belum memahami konsep bunga majemuk, risiko investasi, atau cara kerja pinjaman digital. Akibatnya, mereka mudah tergiur oleh tawaran pinjaman online atau gaya hidup konsumtif yang tampak glamor di media sosial.
“Kita sering mendengar nasihat, 'Uang bukan segalanya,' seolah uang hanyalah pelengkap hidup. Padahal kenyataannya, dari pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, hingga waktu untuk mencintai diri sendiri pun—semuanya berbiaya,” ujar sumber yang juga aktif sebagai edukator finansial di salah satu startup fintech edukatif.
Media Sosial dan Tekanan Gaya Hidup
Salah satu faktor besar yang memperkuat tekanan finansial pada generasi muda adalah media sosial. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube sering kali memamerkan gaya hidup mewah dan pencapaian finansial dalam usia muda, tanpa memperlihatkan proses perjuangan atau risiko yang dihadapi.
Hal ini menciptakan tekanan sosial untuk “tampak sukses” secara materi, bahkan ketika kondisi keuangan pribadi tidak memungkinkan. Banyak anak muda yang akhirnya memaksakan gaya hidup di luar kemampuan, seperti membeli gadget mahal, liburan ke luar negeri, atau mengikuti tren fashion terbaru demi konten.
Tekanan semacam ini dapat menyebabkan perilaku keuangan yang tidak sehat dan memunculkan kecemasan finansial, bahkan depresi. Menurut survei nasional terbaru, lebih dari 60% generasi milenial dan Gen Z mengaku mengalami stres karena masalah keuangan, sementara 40% di antaranya tidak memiliki dana darurat.
Menormalisasi Pembicaraan tentang Uang
Perubahan besar dalam cara berpikir kini sedang berlangsung. Anak muda mulai menyadari pentingnya menormalisasi pembicaraan soal uang, baik dalam lingkup keluarga, pertemanan, hingga media publik. Diskusi seputar gaji, investasi, manajemen utang, dan perencanaan pensiun sudah mulai dibuka dan menjadi tema populer dalam konten edukatif di media sosial.
Hal ini merupakan langkah positif menuju peningkatan kesadaran finansial. Dengan terbukanya ruang diskusi, generasi muda bisa saling berbagi informasi, belajar dari pengalaman orang lain, serta memperoleh panduan yang relevan dengan kehidupan nyata mereka.
“Tidak tabu, tidak malu, justru perlu,” ujar salah satu konten kreator finansial muda dalam sebuah unggahan edukatifnya.
Peran Pemerintah dan Institusi Keuangan
Untuk mendukung kemajuan ini, peran pemerintah dan institusi keuangan menjadi sangat penting. Pemerintah dapat mengembangkan kebijakan yang mendorong inklusi keuangan dan memperkuat program literasi keuangan di tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Sementara itu, perbankan dan lembaga keuangan diharapkan menyediakan produk keuangan yang ramah anak muda—mulai dari tabungan fleksibel, investasi mikro, hingga kredit yang transparan dan terjangkau. Edukasi yang menyertai produk ini harus dikemas secara menarik, mudah dipahami, dan sesuai dengan gaya hidup digital generasi masa kini.
Menuju Generasi Mandiri Finansial
Generasi muda Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi generasi yang mandiri secara finansial, produktif, dan cerdas dalam mengelola sumber daya ekonominya. Namun untuk mencapai itu, mereka perlu didukung dengan pengetahuan, kebijakan, dan lingkungan yang kondusif terhadap pertumbuhan keuangan yang sehat.
Langkah awalnya dimulai dari keberanian untuk jujur mengakui bahwa uang adalah bagian penting dari hidup. Dari sana, akan muncul semangat untuk belajar, mengatur, dan mengelola keuangan secara bijak.
Di masa depan, ketika generasi muda lebih sadar akan pentingnya literasi finansial, mereka tak hanya akan bertahan di tengah tantangan hidup—tapi juga tumbuh menjadi pengelola sumber daya yang cerdas dan visioner. Sebab pada akhirnya, hidup memang bukan soal uang semata, tapi uang adalah alat penting untuk hidup yang lebih baik.