Nikel

Harga Acuan Nikel Awal September 2025 Turun

Harga Acuan Nikel Awal September 2025 Turun
Harga Acuan Nikel Awal September 2025 Turun

JAKARTA - Awal September 2025 menjadi momen penting bagi para pelaku usaha di sektor pertambangan nikel. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) resmi mengumumkan Harga Mineral Acuan (HMA) terbaru untuk komoditas nikel, yang akan menjadi acuan dalam transaksi maupun perhitungan bisnis di industri ini. Menariknya, harga yang dirilis mengalami koreksi dibandingkan periode sebelumnya, sehingga memberi sinyal tersendiri bagi dinamika pasar nikel ke depan.

Dalam laporan resminya, APNI menetapkan HMA nikel pada 1 September 2025 sebesar US$ 14.899,64 per dry metric ton (dmt). Angka tersebut tercatat menurun dibandingkan HMA periode Agustus (II) 2025 yang berada di level US$ 15.012,67 per dmt. Penurunan ini sekaligus mencerminkan fluktuasi harga nikel di pasar global, yang memang dipengaruhi banyak faktor mulai dari permintaan industri baterai hingga tren perdagangan internasional.

Rincian Harga Nikel Kadar Rendah

Tidak hanya harga utama, APNI juga merinci HMA untuk nikel kadar rendah (nickel ore) dengan kadar Ni 1,60% hingga 2,00%, yang dihitung menggunakan basis Free on Board (FOB) per wet metric ton (wmt).

Untuk kadar 1,60% dengan moisture content (MC) 30%, harga ditetapkan sebesar US$ 28,37, sedangkan untuk MC 35% dipatok US$ 26,34.

Pada kadar 1,70% (MC 30%), harga tercatat US$ 31,92, sementara 1,80% (MC 30%) mencapai US$ 35,67.

Selanjutnya, kadar 1,90% ditetapkan US$ 39,63 per wmt, dan kadar 2,00% mencapai US$ 43,80 per wmt.

Perhitungan harga ini disusun berdasarkan Kepmen ESDM No. 2946K/30/MEM/2017 serta diolah dari Kepmen ESDM No. 299.K/MB.01/MEM.B/2025, yang menjadi dasar hukum resmi dalam penentuan acuan harga mineral di Indonesia.

Pentingnya HMA bagi Transparansi dan Kepastian Usaha

Menurut Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, rilis harga acuan nikel ini memiliki peran strategis dalam menjaga tata kelola bisnis pertambangan.

“Rilis harga acuan ini menjadi panduan penting bagi pelaku usaha pertambangan nikel, baik untuk transaksi domestik maupun ekspor. Penetapan harga juga merujuk formula resmi yang ditetapkan pemerintah,” ujar Meidy dalam keterangan resminya, Senin (1/9/2025).

Ia menambahkan, keberadaan HMA tidak hanya memberi kepastian dalam transaksi, tetapi juga membantu menjaga transparansi antara penambang, pengusaha smelter, hingga pihak pembeli internasional. Dengan adanya patokan harga resmi, potensi perselisihan mengenai nilai jual dapat diminimalisir, sekaligus meningkatkan iklim investasi di sektor ini.

Berlaku Hingga Penetapan Berikutnya

APNI menegaskan bahwa HMA nikel periode awal September 2025 ini akan berlaku hingga jadwal penetapan harga berikutnya. Dengan demikian, pelaku usaha dapat menggunakan angka tersebut sebagai acuan utama dalam perhitungan biaya produksi, kontrak penjualan, maupun proyeksi bisnis jangka pendek.

Fluktuasi harga nikel yang terekam dalam HMA juga mencerminkan kondisi pasar yang dinamis. Meski harga saat ini mengalami penurunan, prospek jangka panjang nikel masih sangat menjanjikan, mengingat perannya yang vital dalam industri baterai kendaraan listrik (EV) dan transisi energi global.

Sinyal Pasar untuk Pelaku Usaha

Bagi perusahaan tambang, penurunan harga acuan memang bisa berdampak pada margin keuntungan. Namun, di sisi lain, harga yang lebih rendah juga dapat memicu peningkatan daya saing produk nikel Indonesia di pasar internasional. Investor dan pelaku industri diharapkan mampu membaca tren ini dengan cermat, mengingat harga nikel sering kali berhubungan erat dengan perkembangan permintaan global, terutama dari sektor otomotif listrik dan energi terbarukan.

Selain itu, adanya mekanisme penetapan harga yang terstandar melalui APNI dan mengacu pada kebijakan Kementerian ESDM memberi kepastian hukum yang lebih jelas. Hal ini menjadi salah satu bentuk dukungan terhadap visi pemerintah dalam menciptakan industri nikel yang berkelanjutan dan kompetitif.

Arah Kebijakan dan Tantangan ke Depan

Indonesia sebagai salah satu produsen nikel terbesar di dunia memiliki peran penting dalam menentukan arah pasar global. Dengan cadangan nikel yang melimpah, Indonesia menjadi pemasok utama bagi industri baterai dunia. Namun, harga yang fluktuatif tetap menjadi tantangan besar.

Kebijakan pemerintah yang mendorong hilirisasi nikel menjadi produk bernilai tambah, seperti nikel sulfat dan baterai, diyakini dapat membantu mengurangi ketergantungan pada harga bahan mentah. Dengan begitu, meski harga HMA turun, nilai ekspor Indonesia tetap bisa terjaga melalui diversifikasi produk turunan.

Di sisi lain, para pelaku industri dituntut untuk lebih efisien dalam mengelola biaya produksi agar tetap kompetitif, khususnya di tengah gejolak harga yang terus berubah. Strategi jangka panjang melalui investasi teknologi dan pengembangan rantai pasok menjadi langkah penting yang tidak bisa diabaikan

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index