Listrik

ESDM Targetkan 1,2 Juta Rumah Tangga Desa Terlistriki 2029

ESDM Targetkan 1,2 Juta Rumah Tangga Desa Terlistriki 2029
ESDM Targetkan 1,2 Juta Rumah Tangga Desa Terlistriki 2029

JAKARTA - Pemerataan akses listrik kembali ditegaskan pemerintah sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional lima tahun ke depan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa program Listrik Desa (Lisdes) tetap berjalan masif hingga 2029 dengan menyasar lebih dari satu juta rumah tangga di seluruh penjuru negeri, terutama di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menjelaskan, target ini bukan sekadar proyek infrastruktur kelistrikan, melainkan bentuk nyata komitmen negara untuk mewujudkan energi berkeadilan. “Akses listrik bukan sekadar terang. Ini bisa membuka kesempatan belajar, produktivitas ekonomi, dan layanan kesehatan yang lebih baik. Lisdes 2025–2029 kami rancang untuk menghadirkan manfaat nyata itu hingga ke desa-desa terjauh,” kata Yuliot dalam keterangan tertulis, Selasa (2/9/2025).

Target Lima Tahun ke Depan

Dalam periode 2025–2029, pemerintah menargetkan elektrifikasi di 5.758 desa baru dan penyambungan listrik bagi sekitar 1,2 juta rumah tangga. Sasaran utamanya adalah desa-desa yang hingga kini masih menghadapi keterbatasan akses energi akibat letak geografis, minimnya infrastruktur, maupun keterbatasan sosial ekonomi.

Program ini sejalan dengan kebijakan ketenagalistrikan nasional yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2025–2034. Dengan rasio elektrifikasi nasional yang sudah mendekati 100% pada akhir 2024, Lisdes diarahkan untuk menuntaskan kantong-kantong kecil yang belum terjangkau listrik.

“Lisdes 2025–2029 diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik, menggerakkan perekonomian lokal, hingga mengurangi emisi karbon, dengan memperluas pemanfaatan PLTS yang cepat bangun dan minim jejak karbon,” tegas Yuliot.

Capaian Hingga 2024

Program Lisdes bukan hal baru. Hingga 2024, ESDM mencatat sudah ada 83.693 desa dan kelurahan di seluruh Indonesia yang mendapat manfaat dari listrik desa. Selain itu, terdapat program pendamping berupa Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) yang hingga tahun lalu telah menyambungkan listrik untuk 367.212 rumah tangga tidak mampu.

Yuliot menyebut capaian ini menjadi landasan kuat untuk menuntaskan pekerjaan rumah elektrifikasi. Namun ia mengingatkan, pekerjaan terbesar justru ada pada wilayah 3T, di mana tantangan akses masih tinggi.

Kombinasi Solusi On-Grid dan Off-Grid

Untuk menghadirkan listrik di wilayah yang sulit dijangkau, pemerintah menyiapkan dua strategi utama. Pertama, sambungan on-grid untuk desa yang berdekatan dengan jaringan PLN. Kedua, solusi off-grid melalui pemanfaatan energi baru terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) maupun pembangkit tenaga panas bumi (PLTP).

Presiden Prabowo Subianto sendiri pada akhir Juni 2025 telah meresmikan 55 pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di 15 provinsi dengan kapasitas total 379,7 megawatt (MW). Beberapa proyek PLTS pedesaan kini sudah memasuki tahap konstruksi dan commissioning, bahkan sambungan perdana telah dinikmati ribuan rumah tangga di wilayah terpencil.

Kebijakan ini tidak hanya berfungsi melistriki desa-desa, tetapi juga selaras dengan komitmen Indonesia menurunkan emisi karbon melalui penggunaan energi bersih.

Dampak Sosial Ekonomi

Hadirnya listrik di desa-desa bukan sekadar meningkatkan kenyamanan hidup, tetapi juga berpengaruh langsung pada pembangunan manusia dan ekonomi lokal. Akses penerangan membuka kesempatan belajar anak-anak di malam hari, memudahkan layanan kesehatan, serta memungkinkan aktivitas ekonomi skala kecil seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Di banyak wilayah, keberadaan listrik juga menjadi penopang tumbuhnya usaha produktif, mulai dari pengolahan hasil pertanian, industri rumah tangga, hingga jasa berbasis teknologi sederhana. “Lisdes jadi wujud kehadiran negara untuk membuka peluang baru bagi warga desa, agar tidak tertinggal dari daerah lain,” kata Yuliot.

Tantangan yang Masih Ada

Meski demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa program ini menghadapi tantangan besar. Akses geografis di wilayah 3T yang sulit dijangkau membuat biaya pembangunan jaringan dan distribusi listrik jauh lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan.

Selain itu, keberlanjutan pasokan listrik di daerah terpencil masih menjadi perhatian. Penggunaan energi terbarukan off-grid memang lebih efisien untuk lokasi jauh, namun tetap membutuhkan manajemen operasional dan perawatan yang berkesinambungan.

“Pemerintah terus mencari formula terbaik agar penyediaan listrik di daerah terpencil tetap handal dan efisien. Kombinasi antara jaringan PLN dengan solusi energi terbarukan menjadi kunci,” jelas Yuliot.

Harapan ke Depan

Dengan rasio elektrifikasi nasional yang telah mencapai 99,83% pada akhir 2024, target menyambungkan 1,2 juta rumah tangga hingga 2029 tampak ambisius namun realistis. Pemerintah berharap, melalui Lisdes, seluruh warga Indonesia dapat menikmati manfaat energi secara merata.

Lebih dari sekadar infrastruktur, Lisdes diharapkan menjadi instrumen untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Dengan listrik, kualitas hidup masyarakat meningkat, pelayanan publik membaik, dan ekonomi desa dapat bergerak lebih dinamis.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index